Lidahmu Kunci Emas Menuju Hati yang Bercahaya
Sahabat, di sepertiga malam yang sunyi ini, mari kita merenung bersama tentang sebuah permata berharga yang seringkali kita lupakan yaitu lidah. Seorang sufi terkemuka, pernah berujar, "Jika kamu ingin memperbaiki hatimu, maka mintalah bantuan dengan menjaga lidahmu." Beliau adalah seorang ulama besar dan ahli hadis dari generasi awal, dikenal luas sebagai "jasus al-qulub" (pemata hati) karena kedalaman pemahamannya tentang kondisi batin manusia.
Petuah sederhana dari tokoh mulia ini, jika kita selami lebih dalam, mengandung hikmah yang luar biasa. Organ kecil yang tak bertulang ini memiliki kekuatan dahsyat untuk membangun atau menghancurkan, mencerahkan atau menggelapkan hati, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Hubungan antara lidah dan hati bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Apa yang terucap dari lisan kita adalah pantulan dari apa yang bersemayam dalam hati. Jika hati dipenuhi kebaikan, maka lisan akan bertutur kata yang baik.
Sebaliknya, jika hati diliputi dengki dan kebencian, lisan pun akan mengeluarkan ucapan yang menyakitkan. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tidak akan lurus iman seorang hamba hingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya hingga lurus lisannya." (HR. Ahmad). Hadis ini jelas menunjukkan bahwa kelurusan hati dan keimanan sangat bergantung pada kemampuan kita menjaga lisan.
Menjaga lisan bukan berarti diam seribu bahasa. Ini tentang memilih kata dengan bijak, menahan diri dari ucapan yang sia-sia, dan hanya berbicara yang mendatangkan kebaikan. Berapa banyak persahabatan yang hancur karena lisan yang tak terkontrol? Berapa banyak konflik yang muncul dari gosip dan fitnah? Kita seringkali lalai, menganggap remeh ucapan, padahal setiap kata yang keluar dari mulut kita akan dimintai pertanggungjawaban.
Allah SWT berfirman dalam Surah Qaf ayat 18, "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu hadir (mencatat)."
Ambillah contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah keluarga yang harmonis bisa retak hanya karena salah satu anggotanya sering melontarkan celaan atau kata-kata meremehkan. Ucapan yang menyakitkan, meski sekilas, bisa meninggalkan luka mendalam. Misalnya, seorang teman yang tanpa sadar sering melontarkan komentar negatif atau merendahkan pencapaian orang lain di depan umum. Meskipun mungkin ia tidak bermaksud jahat, ucapan-ucapan tersebut bisa melukai perasaan, merusak kepercayaan diri, dan pada akhirnya menjauhkan orang-orang di sekitarnya.
Lingkungan yang tadinya hangat dan penuh dukungan bisa berubah menjadi tegang dan tidak nyaman, hanya karena lisan yang tidak terjaga. Sebaliknya, lingkungan kerja bisa menjadi sangat produktif dan menyenangkan ketika setiap individu menjaga lisannya dari ghibah dan adu domba, dan justru saling memberikan motivasi positif. Ini menunjukkan bahwa kekuatan lisan bukan hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada tatanan sosial yang lebih luas. Menjaga lisan adalah bentuk sedekah tanpa harta, yang memberikan kebaikan dan kedamaian bagi lingkungan sekitar.
Lalu, bagaimana cara melatih diri untuk menjaga lisan? Mulailah dengan muhasabah diri setiap hari. Sebelum berbicara, tanyakan pada diri kita: apakah ucapan ini bermanfaat? Apakah akan menyakiti orang lain? Apakah sesuai dengan ajaran agama? Ini adalah filter sederhana namun efektif. Selain itu, sibukkan lisan dengan zikir, istigfar, membaca Al-Qur'an, dan mengucapkan kata-kata yang baik. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim).
Diam dari keburukan jauh lebih baik daripada berbicara yang mendatangkan dosa.
Ketika kita berhasil menjaga lisan, secara otomatis hati kita akan mulai membaik. Ketenangan akan menggantikan kegelisahan, kedamaian akan meredakan amarah. Hati yang bersih akan memancarkan cahaya keimanan, membuat kita lebih dekat kepada Allah dan sesama. Hati yang terjaga dari kotoran lisan akan lebih mudah menerima hidayah, merasakan manisnya ibadah, dan menjadi pribadi yang lebih sabar, pemaaf, dan bersyukur. Ini adalah investasi jangka panjang untuk kebahagiaan sejati.
Sahabat, di malam yang tenang ini, mari kita jadikan petuah Ahmad Al-Anthoki sebagai pengingat utama. Lisanmu adalah kunci emas. Peganglah ia erat, jagalah ia dengan sebaik-baiknya, maka ia akan membukakan pintu menuju hati yang bersih, jiwa yang tenang, dan kehidupan yang penuh berkah. Sudahkah kita menjadikan lisan kita sebagai jembatan menuju hati yang lebih baik?
Posting Komentar