Menyambut Ramadan dan Syawal
Oleh: Sri Sugiastuti
Bu Rahma hatinya berbunga- bunga saat ia bisa merayakan Idul Fitri bersama keluarga intinya. 4 anak lelakinya sudah berumah tangga. Ada 6 orang cucu yang dimiliki. Uang Fitrah atau angpau untuk cucu pun sudah tersedia. Tentu saja dalam bentuk uang baru gres dari bank, dengan nominal pecahan 5 ribuan, 10 ribuan dan juga 20 ribuan. Kudapan khas Hari Raya pun sudah tersedia. Rasanya baru kemarin anak- anak selesai kuliah dan berumah tangga. Kebersamaan dan kesibukan membeli baju baru dan pernak- pernik Lebaran pun masih melekat di benaknya.
Bu Rahma merasakan suasana Ramadan dan Lebaran tahun ini sangat berbeda. Jauh sebelum Ramadhan tiba, ia sudah sibuk mempersiapkan membahagiakan orang lain dengan caranya. Ia pun rela hunting sembako yang biasa dibutuhkan saat Ramadan. Sebelum Ramadan semua sudah beres. Walaupun rumah menjadi berantakan bak posko darurat bencana alam. Ramadan berjalan sepekan, semua sudah tersalurkan. Kecuali bahan mentah untuk 25 pack Takjil yang harus disiapkan.
Sekilas kiprah di Bu Rahma terkesan merepotkan diri sendiri. Sebenarnya dia bisa pesan, sore dikirim selesai. Tetapi bukan itu sensasinya. Dia rela memberi bonus tambahan kepada orang yang mau menjadi asistennya. Ia ingin bernostalgia kembali seperti anak kecil yang berperan sebagai penjual nasi. Menu yang bervariasi membuat otaknya bekerja. Dari mulai nasi ayam rica- rica, nasi kuning sampai nasi kucing dengan sambal tomat yang menyelera membuatnya bahagia. Raganya yang sudah tidak sekuat dahulu biasanya protes di malam harii. Pinggang pegel, tangan senut- senut semua dinikmati.
Rutin selama sebulan Bu Rahma berbuka puasa di masjid, kecuali saat ia memenuhi undangan berbuka puasa (bukber) di tempat lain. Akhir Ramadan, usai salat magrib berjamaah dilaksanakan. Takbir pun bergema, tanda Ramadan 1445 telah berakhir. Tak terasa buliran hangat membasahi pipinya yang mulai keriput. Ia teringat orang tuanya juga kedua adiknya yang sudah berbeda alam. Rasa syukurnya kepada Allah membuncah masih ada nikmat hidup dan berbarap berjumpa lagi dengan Ramadan.
Ramadan segera pamit. 30 hari ritual Bu Rahma bersahabat dengannya dari mulai salat taraweh, tadarus dan salat syuhruf hingga mengawal santri TPA juga memakmurkan masjid bisa dilaksanakan dengan baik.
Giat Bu Rahma ditutup dengan berbagi nasi kuning untuk santri yang usai keliling kampung menggemakan takbir. Kegembiraan bocah- bocah usai takbiran, lalu mendengarkan dongeng dari ustaz tentang indahnya Ramadan membuat Bu Rahma tersenyum. Nasi kuning yang ia kemas sudah berada di tangan para santri yang menyalami ustaz dan ustazah. Sementara yang remaja membersihkan karpet masjid. Gema Takbir terus berkumandang, Bu Rahma pun meninggalkan masjid, hatinya pun bertakbir.
Ia menyadari raganya perlu rehat. Besok 1 Syawal datang. Hati dan pikirkan fokus untuk salat Ied semaksimal mungkin. Walaupun disunnahkan memakai baju baru, ia memilih baju lama yang nyaman. Mukena baru yang dibelikan anaknya saja yang mewakili bahwa ia kembali Fitri dan siap menjadi kupu-kupu indah yang dikagumi setelah berproses dari ulat menjadi kepompong dan menjelma menjadi kupu-kupu yang cantik.
Catatan 4 Syawal 1445 H
Posting Komentar