Selamat datang di cahayabundaastuti.com

TEGAR

Kamis, 02 Mei 20240 komentar

Tegar

Oleh: Sri Sugiastuti

“….. dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar (imannya). Dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)

Malam kelewat larut. Tapi deru mesin pabrik itu tak peduli. Ia bekerja 24 jam . Anisa menahan kantuknya sekuat tenaga. Andai istilah ” ganjal saja pakai korek api tuh mata agar bisa melek” itu berlaku, pasti sudah dilakukannya. Kalau dituruti maunya diri ini berlari pulang menghampiri bantal yang ada di atas tempat tidur lalu merebahkan tubuh, melepaskan rasa penat yang sudah ditahan sejak tadi sore. 
Tapi tanggungjawab dan kewajibannya baru berakhir nanti pada pukul 8.00  pagi. Masih lama nian. Siklus tidurnya sebagai buruh yang terkena sif pagi, siang dan malam, sudah terlanjur rusak. Kadang dia seperti kalong. Yang membuat tubuhnya mudah masuk angin.

“ Aku lupa minum obat hipertensiku. Jadi rasanya kaku sekali bagian belakang leherku,” keluh Anisa

“ Resiko jadi orang susah ya begini. Malam jadi siang,siang jadi malam demi kebutuhan hidup yang menghimpit keluargaku.” Sesekali ia curhat dengan saudaranya yang lebih beruntung.
Anisa tidak sendirian. Banyak wanita yang punya nasib seperti dia. Ini adalah wujud pemberdayaan wanita. Dimana wanita dituntut mampu menghidupi keluarganya. Kedekatannya dengan anak dan suami berkurang. Pekerjaan menuntutnya berada di pabrik lebih dari 10 jam.Tidak bisa mendampingi anak di saat-saat mereka butuhkan. 

Anisa harus bergelut dengan pekerjaan yang amat menjemukan. Packing. Pekerjaan ini sudah dijalani hampir 5 tahun. Setelah suaminya pensiun muda karena kena kasus pidana. Masuk bui 1 tahun. Agar anak-anaknya bisa makan dan tetap bersekolah. Anisa wajib  melakukan sesuatu. Anisa cuma punya andalan otot alias tenaga, pekerjaan yang bisa diperoleh hanyalah sebagai buruh pabrik.  Upah yang diterima pun mingguan,  di bawah UMR pula. Semua disyukuri walau jauh dari cukup untuk makan dan kebutuhan hidup lainnya.

Anisa bukan pengikut KB yang sukses. Anak-anaknya mrojol lagi mrojol lagi sampai setengah lusin empat cewek dan dua cowok .Zaman susah seperti ini menghidupi 6 anak dengan uang pensiunan golongan dua sampai mana? Apalagi sebelumnya sudah terseok-seok dengan hutang yang ada dimana-mana. 
Terpaksa SK pensiun pun jadi anggunan di bank. Kalau cuma dari pensiun dan upah mingguan jelas tidak bisa mengcover semua kebutuhan mereka. Ketika ada ide di benaknya langsung ditangkap. Jualan makanan di pabrik. Ada nasi kucing, tempe bacem, nasi oseng oseng, bakwan, mendoan, dan mihun goreng. Makanan murah meriah selera rakyat. Anisa harus petak umpet dengan satpam pabrik karena dilarang berjualan di pabrik. Dari jualan itu penghasilannya bertambah. Dia bisa memenuhi sebagian kecil dari kebutuhan keluarga plus ke enam anaknya.
*****
Rumah ini sudah jadi neraka bagi Anton. Ke enam anaknya semakin kurang ajar padanya. Tak menghargainya sebagai ayah. Berpapasan dengan ayahnya pun mereka diam. Anton sudah dianggap mati. Semuanya bukan tanpa sebab, sejak Anton keluar dari penjara, anak-anaknya malu mengakui Anton sebagai ayahnya. Anton dianggap sudah mencoreng nama baik keluarga. Ditambah hobi baru Anton sebagai penjudi cap jie kia, lengkap sudah kebencian itu. Seharusnya Anton tahu diri. Keberadaannya sudah tak diinginkan.

 Fungsinya sebagai kepala keluarga telah gugur, karena tidak bisa menafkahi istri dan anaknya dengan baik. Untung Anisa wanita yang sabar. Dia tidak menggugat cerai atau mengusir Anton dari rumahnya. Anisa masih butuh sosok seorang suami walau tidak berfungsi. Dia takut menyandang status janda yang dianggapnya lebih tidak terhormat dari pada dirinya yang punya suami tetapi tidak menafkahi.

” Seburuk apa pun tabiat Anton dia tetap suamiku dan ayah dari anak-anakku,” hibur Anisa setiap saat ketika terbesit di hatinya perasaan ingin berpisah dengan suaminya.

“ Selama aku masih kuat jadi buruh pabrik, tubuhku masih mau diajak bekerja keras membuat makanan sebagai cangkingan masuk kerja. Keyakinanku bahwa Allah Maha Kaya, pasti kami tak akan kelaparan. Masih ada sanak family yang mau membantu. Aku harus semangat.” Hibur hatinya.

Di mata anak-anak  Anisa  seorang ibu yang tangan besi, galak , bertempramen tinggi, keras, dan otoriter. Kalau sudah berkata A tidak akan bisa berubah jadi B atau C.  Maklum sejak kecil dia memang dididik keras oleh orangtua asuhnya. Jadi ketika diperintah yang ada cuma iya dan iya. Pengalaman ini diterapkan pada anak-anaknya. Apakah mendidik anak dengan cara seperti itu salah? Keadaanlah yang membuat dia harus bersikap keras terhadap anak-anaknya. Mungkin ini juga suatu kompensasi karena tidak berperannya fungsi seorang ayah. 

“Apa yang bisa di harapkan dari seorang residivis seperti Anton? ” tanya hatinya. 
Anisa hanya bisa bersikap keras dan tegas kepada ke enam anaknya. Sikapnya kepada Anton justru lemah lembut, walau dia tahu catatan kesalahan dan ketidakberdayaan suaminya sangat panjang. Di mata Anisa, Anton suami pilihan Allah untuknya. Dalam kesulitan keuangan pun Anisa tidak menuntut Anton. Anisa tahu kalau Anton diperas pun tak akan keluar uangnya. Yang ditakutkan bila dia mendesak Anton untuk menafkahi  keluarganya, Anton justru merampok, mencari uang dengan cara yang tidak halal.

Anisa paham bahwa tangan di atas lebih mulia dari pada tangan di bawah. Tapi keadaan ekonomi keluarganya mengharuskan dia berusaha dengan cara itu. Dengan memakai topeng  tebal  dan menyuntik  urat malunya, dia mencari bantuan keuangan demi kelanjutan sekolah anak-anaknya. Beruntung dia masih punya saudara yang peduli dengan nasib anak-anaknya.
*****
Satu persatu anaknya bisa menyelasaikan sekolah dan mengurangi beban hidup Anisa. Siklus kehidupan  terbergulir. Perubahan ada pada fisik Anisa. Usia yang merambat senja membuat tulang tubuhnya  keropos sekarang, nikmat yang diberikan Allah pun berkurang, gigi yang tanggal, berjalan dan bekerjapun  tidak sigap lagi, suaranya tak selantang halilintar ketika menghardik  anaknya yang dulu.  Ketika bangun tidur pun  pesendian terasa senut-senut dan pegel-pegel, apalagi terlalu lama  membaca, mata pun blawur. Anisa sudah waktunya lengser keprabon. Pensiun jadi buruh pabrik.

Semua anaknya sukses, kecuali ada satu yang pekerjaannya nyerempet bahaya. Trisna namanya. Bermodalkan badan besar, dan bertato Trisna kerap keluar masuk pabrik mengintimidasi pemilik agar segera melunasi hutangnya kepada Mr. X. Dia lebih tepat dipanggil preman atau debt collector.  

Sebenarnya Anisa menginginkan enam anaknya sukses. Tapi kenyataan berkata lain. Memang tidak semua anak Anisa sukses dan  membanggakan hatinya. Anisa bersyukur kehidupan mereka lebih baik sekarang. Yang jelas perjuangan Anisa membesarkan mereka terlihat hasilnya.

Ketika anak-anak sudah berkeluarga. Anisa tinggal berdua dengan Anton suaminya. Walau anak-anak mereka tinggal berjauhan, tapi mereka kompak. Sudah punya kewajiban masing-masing menyantuni orangtua mereka.
“ Ibu secepatnya ajak Bapak membuka rekening tabungan ya,” terdengar suara di ujung telpon genggam Anisa.
“ Ada apa Darman ?”
“ Aku sudah ada dana yang cukup untuk biaya ibu dan bapak menunaikan ibadah haji,” ucap Darman dengan gagahnya.
Anisa seakan tak percaya dengan berita itu. Telpon langsung ditutup. Dia tersungkur, melakukan sujud syukur. Begitu mudah Allah panggil dia menjadi tamu-Nya. Tak disangka tangan Allah menggerakkan anaknya untuk menghajikan kedua orangtuanya.
Darman anak lelakinya yang ke dua ini memang luar biasa perjuangannya dalam menggapai asanya. Karirnya diawali sebagai Satpam sebuah Toserba bermodalkan ijasah SMA dan hobi karatenya. Karirnya melesat setelah ia pindah jadi satpam di salah satu Toko buku terkenal di kotanya. Dia banyak belajar dan memanfaatkan peluang yang ada. 

Darman tidak malu membawa gorengan atau nasi bungkus yang bisa dijual kepada teman-temannya. Selain itu ia punya kesempatan kuliah. Belum selesai kuliahnya ia mengadu nasib melamar pekerjaan di salah satu perusahaan tambang milk negara, dan diterima.
Impian Darman yang ingin membahagiakan kedua orang tuanya segera jadi kenyataan. Ia ingin membalas perjuangan ibunya, kesabarannya dan jerih payahnya selama membesarkan anak-anaknya. Darman bisa merasakan bagimana perjuangan Ibunya.

“Ibu tidak usah khawatir, Allah itu Maha Kaya. Aku akan menjemput rezeki itu dan membahagiakan ibu kelak.” Rasanya belum lama kalimat itu mengiang di telinganya.

Anisa selalu mengenang perjuangannya ketika mengasuh ke 6 anaknya. Sisa umurnya digunakan untuk mencari bekal kehidupan yang abadi. Janji Darman yang pernah dilupakan bisa suplemen hidupnya yang tidak seenergik dulu lagi.Pasca berhaji semangat hidup Anisa semakin membara. Ia ingin menjadi haji yang mabrur dan mengamalkan islam secara _kaffah._

Sejak mendapat hidayah dan menyadari manisnya buah kesabaran di sisa hidupnya , Anisa semakin getol mengamalkan ilmu agamanya.  Anisa belum lama memperdalam kajiannya tentang Islam, karena bodohnya ia dalam memanfaatkan waktu. Anisa punya semangat yang tinggi untuk terus mencari bekal hidup di keabadian kelak. Ia bisa menafkahkan hartanya di jalan Allah. Banyak hal kecil dan sederhana yang dulu pernah dilaksanakan tapi tidak intensif, saat ini bisa diamalkan dengan istiqomah. Anisa punya tanggungjawab sebagai ketua TPA, punya komunitas ibu-ibu pengajian yang cukup banyak. Ia bisa merasakan kedamaian dengan berbagi bersama komunitasnya.

Sementara Aton belum mendapat hidayah sepenuhnya. Ibadah haji yang dijalaninya tidak membekas di hatinya. Allah masih menguji kesabaran Anisa rupanya. Hal yang bertolak belakang antara istri dan suami itu pada akhirnya jadi bahan gossip di tetangga kanan-kiri. Anisa hanya bisa memohon pada Allah agar suaminya segera mendapat hidayah. Sayang sebelum hidayah itu datang Anton sudah dijemput malaikat Isroil.

“ Semoga ketika dijemput ia dalam keadaan khusnul khotimah dan Allah mengampuni semua dosanya. Amin”
Sebagai seorang janda,  ibu dan juga berpredikat seorang nenek, Anisa ingin terus menjadi orang yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Kadang sifaf  big bossnya dalam menentukan sikap masih mewarnai jiwanya yang tak pernah melempem. Kadang Anisa jadi narsis.

“Tapi aku seorang Big Bos sekarang. Bos dari anak-anakku. Enam anak yang menjelma jadi duabelas plus hasil karya mereka lima belas cucu. _Waw jumlah yang cukup spektakular. fantatic, bombastis and amazing._ Mereka wajib berkumpul di hari raya Idul Fitri. Ya, sejak kecil walau ayahnya agak majnun dan zaliim, tetap kutanamkan supaya rukun dengan saudara. Punya rasa peduli yang kuat dan mau saling membantu. Sehingga satu dan yang lainnya tidak ada rasa persaingan, tersinggung apalagi meri siji lan sijine.” Hatinya mengingatkan itu.

Anisa bisa mengenang masa-masa sulit mereka ketika berkumpul di hari Raya atau pada pertemuan keluarga yang diharuskan oleh Anisa. tertentu mereka memanggil pedagang HIK ( hidangan istimewa kampung) atau angkringan lalu berbagi dengan kaum duafa. Semua sudah terkoordinasi dengan baik sesuai dengan ke ahliannya masing-masing.

_“Wes diatur yo sing apik…! Yang punya uang, urun uang, yang punya uang dan tidak terlalu sibuk, urun uang dan tenaga ya oke juga, Yang ngga punya tenaga, dan uang tapi bisa _ngerigenke, iki ngene iki ngono yo monggo. Pokoke kabeh digawe kepenak….sip.”_ Anisa kerap mengkomando anak-anaknya.

Semua selalu mendukung apa yang sudah mereka sepakati bersama. Tidak ada yang buat alasan apalagi memboikot acara yang sudah kami buat. Aku mau buktikan bahwa kerukunan, guyub, pengertian dan mau care satu dengan yang lainnya itu sungguh nikmat yang luar biasa.

Anisa tidak hanya sebagai koordinator dalam keluarga besarnya, ia juga ikut berbagi agar cucu-cucunya tidak mederita seperti yang pernah dialaminya dulu. Ia tak kehabisan ide untuk mengatasi masalah yang dihadapi anak dan cucu-cucunya.

“Eyang masih ingat  ketika kamu mau kuliah di fakultas kedokteran. Otakmu encer, semangat belajarnya tinggi, tapi menthok di ragat alias jur basuki mowo beo. Eyang turun tangan. Ayo rapat kecil. Kalau yang tidak datang dianggap setuju dengan keputusan rapat . Om, Tante, Pakde, Bude, monggo monggo urunan ayo sedulure dibantu yooo!!!!!!! Sampai berhasil.” Kenangnya pada sang cucu yang sudah menjadi dokter sekarang
Anisa punya rekening khusus untuk dana kebersamaan. Setiap keluarga yang mampu wajib setor. Anisa sebagai penasihat. Mereka punya katagori khusus bagi  yang membutuhkan. Semua cucunya dibantu dan didorong semangatnya. Mereka harus berprestasi. 

Kalau otaknya tidak encer tapi punya talenta khusus ya dimodali. Ingin usaha seperti apa Harus berani berjuang, dan tanggungjawab.
“ Ingat ya…! Eyang berharap kalian semua hidupnya harus lebih baik dari zaman eyang dulu. Orang tuamu dan Eyang hidupnya dulu Rekoso.” Pesan Anisa pada cucu-cucunya.

 Aku ingin anak-keturunanku tidak menderita seperti yang kualami dulu. Aku berdoa agar jangan ada anak dan cucuku yang keseripet masalah seperti suamiku.

“ Cukup aku saja yang mengalaminya. Mereka harus belajar dari perjuanganku menghidupi mereka dengan penuh kerikil-kerikil tajam yang menggores pedih di hatiku. Sulitnya hidup, amburadulnya suami, beratnya biaya pendidikan anak. Wis-wis kabeh tak lakoni.” Sekali lagi pesan itu disampaikan Anisa.

Anisa juga ingin anak cucunya bisa mengamalkan doa yang sering dipanjatkan dan sebagai tamengnya dalam hidup; _Alloohumma inni a’uudzu bika minal hammi wal hazani, wa a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasali. Wa a’uudzu bika minal buhli wal jubni, wa a’uudzu bika min gholabatid daini wa qohrir rijaal.Amin_

‘ Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari kesusahan dan kesedihan. Aku berlindung kepada Engkau dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada Engkau dari sifat kikir dan pengecut. Aku berlindung kepada Engkau dari terbelit oleh hutang dan tertindas oleh orang lain’
Anisa merasa bila selesai mengucap doa itu Mak yeeessss di hati. Lenyap sudah rasa khawatir itu, terbang sudah rasa sedih itu, musnah sudah ketakutan itu, sirna juga rasa minder, hilang kelelahan hati dan kepenatan jiwa karena derita hidup ini. Yakin, seyakin-yakinnya Allah bersamanya dan anak-cucunya.

Sumber: Buku *"The Stories of Wonder Women By Sri Sugiastuti* Terbit 2010 Mediaguru



Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cahaya Bunda Astuti | Creating Website | Ali Hasyim | Mas Alizacky | Pusat Promosi
Copyright © 2016. Cahaya Bunda Astuti - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by Cahayabundaastuti.com
Proudly powered by Blogger