Kunci Kebahagiaan Abadi
Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh dengan informasi dan godaan untuk melihat hidup orang lain, seringkali kita lupa akan satu prinsip fundamental yang diajarkan oleh para ulama salaf. Prinsip tersebut adalah fokus pada perbaikan diri sendiri. Sebuah nasihat emas dari Imam Al-Hafidz Adz-Dzahabi Rahimahullah mengingatkan kita akan esensi kehidupan yang sesungguhnya: "Semoga Allah merahmati seseorang yang sibuk dengan urusannya sendiri, menjaga lisannya, menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an, menangisi zamannya, terus-menerus menelaah kitab As-Shohihan, serta beribadah kepada Allah sebelum ajal datang menjemputnya." Nasihat ini, meskipun ringkas, menyimpan kedalaman makna yang luar biasa.
Makna dari "sibuk dengan urusannya sendiri" atau dalam bahasa Arabnya "أقبل على شأنه" adalah sebuah panggilan untuk menempatkan prioritas pada introspeksi dan pengembangan pribadi. Ini berarti tidak sibuk mengurusi orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Bayangkan seorang petani yang tekun merawat ladangnya sendiri, memastikan tanahnya subur dan tanamannya tumbuh dengan baik. Ia tidak akan menghabiskan waktunya mengeluhkan atau mencampuri urusan ladang tetangga, kecuali jika diminta atau ada kepentingan bersama.
Demikian pula kita, energi dan waktu kita yang terbatas seharusnya diarahkan untuk memperbaiki kualitas diri kita sendiri, sebelum mengarahkan jari kepada orang lain.
Selanjutnya, Imam Adz-Dzahabi menyoroti pentingnya menjaga lisan. Lidah adalah anggota tubuh kecil namun memiliki dampak yang sangat besar. Ia bisa menjadi sumber kebaikan tak terhingga, namun juga penyebab dosa yang paling merugikan. Berapa banyak dari kita yang terjerumus dalam ghibah (menggunjing), fitnah, atau sekadar berkata-kata sia-sia yang tidak bermanfaat? Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim). Nasihat ini mengajak kita untuk berpikir dua kali sebelum berbicara, memastikan setiap kata yang keluar adalah kebaikan atau setidaknya tidak merugikan.
Poin berikutnya adalah rajin membaca dan mentadabburi Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah petunjuk hidup, cahaya bagi hati yang gelap, dan sumber ketenangan. Membaca Al-Qur'an secara rutin, bahkan jika hanya satu ayat, dapat memberikan dampak besar pada jiwa. Lebih dari itu, mentadabburi maknanya, mencoba memahami pesan-pesan Allah, akan membimbing kita menuju jalan yang lurus. Ia bagaikan peta yang menuntun musafir di perjalanan panjang, tanpa peta itu, kita akan tersesat.
Menangisi waktu atau zamannya adalah sebuah ungkapan yang menyentuh hati. Ini bukan berarti berlarut-larut dalam kesedihan, melainkan sebuah penyesalan mendalam atas waktu-waktu yang telah berlalu tanpa amal saleh yang berarti. Waktu adalah pedang; jika tidak kita gunakan untuk kebaikan, ia akan menebas kita. Setiap detik yang terbuang sia-sia adalah kerugian yang tidak bisa ditarik kembali. Perasaan ini seharusnya menjadi pemicu untuk lebih menghargai setiap momen yang tersisa, sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Surah Al-Asr (Demi Masa), "Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran."
Selain itu, Imam Adz-Dzahabi juga menekankan bagaimana membiasakan diri mempelajari hadis-hadis sahih, terutama Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Hadis adalah penjelas Al-Qur'an, panduan praktis dari teladan terbaik kita, Nabi Muhammad ﷺ. Mempelajari hadis memberikan kita pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana mengamalkan Islam dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana berinteraksi dengan sesama, dan bagaimana meniti jalan menuju keridaan Allah. Ini adalah investasi ilmu yang tak akan pernah merugi.
Puncak dari nasihat ini adalah beribadah kepada Allah dengan sungguh-sungguh sebelum datang kematian secara tiba-tiba. Kematian adalah sebuah kepastian yang waktu kedatangannya adalah rahasia Allah. Seorang karyawan yang tahu akan pensiun pasti akan mempersiapkan diri. Lalu, mengapa kita sering lalai mempersiapkan diri untuk "pensiun" dari dunia ini? Setiap sujud, setiap zikir, setiap sedekah adalah bekal yang kita kumpulkan untuk perjalanan abadi. Nabi Muhammad ﷺ bersabda, "Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu." (HR. Al-Hakim, sahih).
Demikianlah, nasihat dari Imam Adz-Dzahabi ini adalah pengingat berharga bagi kita semua. Ia mengajak kita untuk melakukan introspeksi diri secara mendalam, menuntut dan mempelajari ilmu agama secara serius, memperbanyak ibadah-ibadah sunnah selain yang wajib, dan senantiasa memperbaiki hubungan kita dengan Allah. Ini adalah prioritas utama yang harus kita genggam erat.
Di sisi lain, nasihat ini juga mengingatkan agar tidak terlalu disibukkan dengan membahas perkara-perkara yang bukan urusan kita. Terkadang, kita begitu asyik mengomentari kehidupan orang lain, bergosip, atau terlibat dalam perdebatan yang tidak membawa manfaat, baik untuk urusan dunia maupun akhirat. Kasus yang sering terjadi di era digital ini adalah terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk menggulir linimasa media sosial, mengamati atau bahkan menghakimi kehidupan orang lain, padahal diri sendiri masih penuh dengan kekurangan.
Mari kita alihkan energi tersebut untuk membangun diri, fokus pada potensi kita, dan terus berproses menjadi pribadi yang lebih baik di mata Allah. Apa yang akan kamu pilih: terus mengamati orang lain atau mulai membangun diri sendiri?
Medio, Juli 2025
Posting Komentar