Selamat datang di cahayabundaastuti.com

Memahami Hakikat Barokah yang Sesungguhnya

Rabu, 23 Juli 20250 komentar

Memahami Hakikat Barokah yang Sesungguhnya
Dalam riuhnya kehidupan, kita seringkali mengejar sesuatu yang banyak: harta berlimpah, jabatan tinggi, umur panjang, atau anak-anak yang cerdas dan sukses. Kita mendefinisikan "keberuntungan" atau "keberhasilan" dari kuantitas yang terlihat. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan merenung tentang hakikat barokah yang sesungguhnya? Barokah bukanlah sekadar "banyak", melainkan "bertambahnya kebaikan", sebuah nilai kualitatif yang melampaui perhitungan materi.

Barokah adalah ketika yang sedikit menjadi cukup, yang sederhana menjadi bermakna, dan yang terbatas mampu membawa manfaat tak terhingga.
Seringkali kita mengira hidup yang barokah itu identik dengan kesehatan yang prima, bebas dari segala penyakit. Tentu, kesehatan adalah nikmat besar. Namun, kisah Nabi Ayyub Alaihissalam mengajarkan kita makna barokah yang lebih dalam. Beliau diuji dengan penyakit parah selama bertahun-tahun, kehilangan keluarga dan hartanya, namun kesabarannya justru meningkatkan ketaatannya kepada Allah SWT. Sakitnya menjadi jalan menuju maqam yang lebih tinggi di sisi-Nya. Ini menunjukkan bahwa barokah bisa hadir dalam kondisi yang tidak kita inginkan, mengubah penderitaan menjadi pahala dan kedekatan dengan Sang Pencipta.

Demikian pula dengan umur. Kebanyakan dari kita berharap panjang umur. Padahal, barokah tak selalu tentang usia yang membentang. Ada jiwa-jiwa mulia yang hidupnya singkat, namun jejak ketaatan dan pengorbanannya begitu dahsyat. Ambil contoh Mus'ab bin Umair, seorang pemuda Quraisy yang tampan dan kaya raya. Ia memeluk Islam di awal dakwah, meninggalkan semua kemewahan dunia, dan syahid di usia muda dalam Perang Uhud. Kehidupannya yang singkat dipenuhi dengan pengabdian tulus, menjadi duta Islam pertama yang berhasil menyebarkan dakwah di Madinah sebelum hijrah. Umurnya pendek, tapi barokah amalnya tak terhingga, menginspirasi jutaan umat hingga kini.

Bahkan, tanah pun memiliki konsep barokahnya sendiri. Tanah yang barokah bukan hanya karena subur dengan pepohonan rindang dan panorama yang indah menawan. Lihatlah Makkah Al-Mukarramah, sebuah lembah tandus dan gersang yang tidak memiliki sumber daya alam melimpah. Namun, di sanalah Baitullah berada, kiblat umat Islam sedunia, tempat jutaan manusia berhaji dan berumrah. Keutamaannya tak tertandingi di hadapan Allah ﷻ. Tanah tandus itu menjadi pusat spiritualitas, sumber keberkahan rohani yang tak pernah kering.

Dalam urusan makanan, kita cenderung berfokus pada komposisi gizi, vitamin, atau kelezatannya. Namun, makanan yang barokah adalah makanan yang mampu mendorong kita menjadi lebih taat setelah menyantapnya. Bukan sekadar mengenyangkan perut, melainkan memberikan energi untuk beribadah, menuntut ilmu, atau berbuat kebaikan. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, "Ya Allah, berkahilah kami pada apa yang Engkau rezekikan kepada kami dan jauhkan kami dari api neraka." Doa ini mengajarkan kita bahwa barokah pada makanan adalah yang membawa kebaikan dunia dan akhirat. Makanan yang barokah bisa jadi adalah sepotong roti sederhana, namun mampu menguatkan seseorang untuk shalat malam atau berpuasa esok hari.

Begitu pula dengan ilmu. Ilmu yang barokah bukanlah ilmu yang hanya diukur dari banyaknya riwayat, tebalnya catatan kaki, atau tingginya gelar akademik. Ilmu yang barokah adalah yang mampu menggerakkan pemiliknya untuk meneteskan keringat dan darah dalam beramal serta berjuang demi tegaknya agama Islam. Ilmu itu menjelma menjadi amal, menginspirasi perubahan, dan membawa maslahat bagi umat. Seorang ulama yang ilmunya sedikit namun diamalkan dengan istiqamah, lebih barokah daripada ilmuwan yang hafal ribuan kitab namun tak menggerakkan hatinya untuk berjuang di jalan Allah. Ilmu yang barokah akan selalu berbuah amal.

Penghasilan pun memiliki makna barokah yang berbeda. Bukan semata gaji yang besar atau terus bertambahnya aset. Penghasilan yang barokah adalah sejauh mana ia bisa menjadi jalan rezeki bagi orang lain, dan semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilan tersebut. Ini mencerminkan makna firman Allah ﷻ dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 19:  "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." Ketika harta kita menjadi jembatan kebaikan bagi sesama, di situlah barokah tumbuh dan berkembang, meskipun jumlahnya tidak selalu fantastis.

Terakhir, anak-anak yang barokah. Tentu, kita semua bangga memiliki anak yang lucu, imut, cerdas, bergelar tinggi, atau sukses dalam karier. Namun, anak yang barokah adalah yang senantiasa taat kepada Rabb-Nya, menjaga shalatnya, berbakti kepada orang tua, dan kelak di antara mereka ada yang tumbuh menjadi pribadi yang lebih saleh serta tak henti-hentinya mendoakan kedua orang tuanya setelah mereka tiada. Doa anak saleh adalah salah satu amalan yang tidak terputus setelah kematian, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ: "Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim). Inilah buah barokah yang sejati dari sebuah keluarga.

Pada intinya, BAROKAH ITU HANYA akan menambah Ketaatan kita kepada ALLAH SWT. Barokah mengubah kuantitas menjadi kualitas, mengubah hal-hal biasa menjadi luar biasa dalam timbangan Allah. Mari kita bergeser dari fokus pada "seberapa banyak" menjadi "seberapa berkah". Semoga Allah memudahkan segala amanah dan pekerjaan kita hari ini, memberkahi setiap langkah, setiap rezeki, setiap waktu, dan setiap keturunan kita, agar semuanya berujung pada ketaatan yang tulus kepada-Nya. Amin.

Medio Juli 2025

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cahaya Bunda Astuti | Creating Website | Ali Hasyim | Mas Alizacky | Pusat Promosi
Copyright © 2016. Cahaya Bunda Astuti - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by Cahayabundaastuti.com
Proudly powered by Blogger