Mengatasi Kesedihan: di Dunia
Pernahkah Anda merasa begitu terbebani oleh kesedihan hingga rasanya tak sanggup lagi menahan? Perasaan ini universal, sebuah beban yang seringkali terasa begitu berat, seolah tak ada ujungnya. Namun, di tengah badai duka, ada secercah cahaya yang bisa menjadi kompas bagi kita, menuntun dari gelap menuju terang.
Ingatlah firman Allah SWT dalam Surah Al-Insyirah (94) ayat 5-6: "Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan." Ayat ini bukan sekadar janji, melainkan pelukan hangat dari-Nya, pengingat bahwa di balik setiap ujian, selalu ada kelapangan.
Kisah seorang pria yang dirundung duka, datang menemui Sayyidina Ali bin Abi Thalib, adalah pengingat yang begitu menyentuh. Sayyidina Ali dengan lembut bertanya, "Apakah engkau datang ke dunia bersama masalah-masalah ini? Dan apakah engkau akan meninggalkan dunia dengan membawanya?" Jawaban "tidak" yang spontan itu membuka sebuah perspektif baru. Bukankah ironis jika kita bersedih berlarut-larut atas hal-hal yang sejatinya hanya persinggahan sementara dalam perjalanan hidup kita?
Kesedihan seringkali tumbuh dari keterikatan kita pada hal-hal duniawi yang fana. Kita terlalu terpaku pada apa yang ada di depan mata, lupa bahwa semua ini hanyalah sekejap. Sayyidina Ali mengajarkan sebuah prinsip mendalam: pandangan kita ke langit, ke arah akhirat, seharusnya lebih luas dan lebih panjang daripada pandangan kita ke bumi, ke arah dunia. Ini adalah ajakan untuk menata hati, memahami bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang kepemilikan materi atau terhindar dari setiap kesulitan duniawi, melainkan tentang kedekatan dengan Sang Pencipta.
Tersenyumlah, karena rezeki kita sudah diatur dengan sempurna, dan setiap detail hidup kita telah ditetapkan oleh Yang Maha Hidup dan Maha Mengatur. Kesedihan karena perkara duniawi hanyalah beban yang tak perlu kita pikul, sebab segalanya berada dalam kuasa-Nya. Keyakinan penuh pada takdir dan pengaturan Ilahi adalah kunci untuk melepaskan diri dari belenggu kekhawatiran dan duka yang berlebihan. Allah SWT berfirman dalam Surah At-Talaq (65) ayat 3: "Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." Sebuah penegasan yang menenangkan hati, bukan?
Seorang mukmin sejati menjalani hidup dalam dua kondisi: kesulitan dan kemudahan. Ajaibnya, keduanya adalah anugerah jika kita menyikapi dan menerimanya dengan hati terbuka. Dalam kemudahan, ada syukur yang akan melipatgandakan nikmat. Dalam kesulitan, ada kesabaran yang akan mengantarkan pada ganjaran tak terhingga. Kedua kondisi ini, baik suka maupun duka, adalah ladang pahala yang subur, sebuah investasi tak ternilai dari Allah SWT untuk kehidupan kita kelak.
Jadikanlah pandanganmu ke langit lebih panjang dari pandanganmu ke bumi, bukanlah ajakan untuk mengabaikan dunia sepenuhnya. Ia adalah pengingat yang lembut untuk urusan akhirat: tataplah ke atas, mimpikan yang tinggi, dan beramallah sebaik-baiknya. Sementara untuk urusan dunia, pandanglah ke bawah, kepada mereka yang mungkin kurang beruntung, agar hati kita senantiasa dipenuhi rasa syukur dan kerendahan hati.
Pada akhirnya, kesedihan adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan manusia, namun kita selalu punya pilihan tentang bagaimana menghadapinya. Dengan memupuk kesabaran, memperkuat keimanan, dan menggeser fokus dari kefanaan dunia kepada keabadian akhirat, kita akan menemukan kedamaian sejati yang menyejukkan jiwa. Bukankah hidup ini terlalu berharga untuk dihabiskan dalam duka atas hal-hal yang tidak kita bawa saat datang, dan tidak akan mengikuti kita saat kita pergi?
Medio, 22 Juli 2025
Posting Komentar