Menggapai Lentera Hidayah
Seringkali, dalam perjalanan hidup yang penuh liku, kita mendambakan sebuah petunjuk, sebuah hidayah yang akan menuntun kita pada jalan kebenaran dan kebaikan. Kita merasa tercerai-berai oleh berbagai pilihan dan godaan, seolah tersesat di persimpangan jalan tanpa peta. Hati kita haus akan ketenangan, pikiran kita mendamba kejernihan. Namun, bagaimana sesungguhnya hidayah itu dapat diraih? Apakah ia datang begitu saja, ataukah ada upaya yang harus kita lakukan untuk menyambutnya?
Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberikan landasan yang kokoh. Beliau berkata, "Hidayah itu tidak dapat diraih kecuali dengan ilmu, dan jalan yang lurus tidak dapat diraih kecuali dengan kesabaran." (Majmu' Fataawa X/40). Ini adalah kunci pertama: hidayah bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari ilmu yang kita cari dan kesabaran yang kita tanamkan. Ibarat ingin mencapai puncak gunung, kita butuh peta (ilmu) dan ketahanan fisik (kesabaran) untuk mendaki setiap langkah. Tanpa keduanya, perjalanan kita akan sia-sia, bahkan tersesat.
Lalu, bagaimana ilmu dan kesabaran itu kita wujudkan? Imam Ibnu Taimiyyah melanjutkan, "Jika seorang hamba itu menampakkan rasa butuhnya kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, membiasakan terus melihat firman Allah (yaitu membaca Al-Qur'an), sabda-sabda Rasul-Nya, ucapan para sahabat, tabi'in, dan para imam kaum muslimin, niscaya akan terbukakan baginya 'Jalan Hidayah'." (Majmu' Fataawa III/62). Ini adalah peta jalan yang sangat jelas. Kita harus mulai dengan merendahkan diri di hadapan Allah, mengakui kelemahan, dan berdoa tanpa henti. Doa adalah jembatan penghubung terkuat antara hamba dan Rabb-nya.
Setelah itu, langkah praktisnya adalah mendalami sumber-sumber utama petunjuk: Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Membiasakan diri membaca, mempelajari, dan merenungkan firman Allah dalam Al-Qur'an, serta sabda-sabda mulia Rasulullah ﷺ. Ini bukan sekadar membaca sekilas, melainkan upaya untuk memahami makna, hikmah, dan petunjuk yang terkandung di dalamnya. Contoh nyatanya, seorang muslim yang tekun membaca terjemahan Al-Qur'an dan Hadis setiap hari, lambat laun akan merasakan perubahan dalam pandangan hidup, nilai-nilai, dan prioritasnya. Ia akan mulai melihat dunia dengan kacamata yang berbeda, yang lebih selaras dengan kehendak Ilahi.
Tidak hanya Al-Qur'an dan Sunnah, Imam Ibnu Taimiyyah juga menyebutkan pentingnya mempelajari ucapan para sahabat, tabi'in, dan para imam kaum muslimin. Mereka adalah generasi terbaik yang hidup dekat dengan Rasulullah ﷺ dan memahami ajaran Islam secara mendalam. Kisah-kisah kehidupan mereka, fatwa-fatwa mereka, dan pemahaman mereka terhadap agama adalah cahaya penerang yang tak ternilai. Dengan mempelajari jejak langkah mereka, kita bisa mendapatkan pemahaman yang lebih kaya tentang bagaimana menerapkan Islam dalam kehidupan sehari-hari, jauh dari pemahaman yang keliru atau menyimpang.
Lalu, apa jaminan bagi mereka yang mengikuti jalan ini? Imam Ibnu Taimiyyah menegaskan, "Setiap orang yang mengikuti (sunnah) Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam maka Allah akan mencukupinya, 'Memberikan Hidayah' kepadanya, menolongnya, dan akan dilapangkan rezekinya." (Al-Qa'idah Al-Jaliilah 221). Ini adalah janji Allah yang pasti. Ketika kita berkomitmen untuk mengikuti petunjuk Nabi ﷺ, Allah akan mencukupi segala kebutuhan kita, baik materi maupun spiritual. Dia akan membimbing kita dalam setiap keputusan, menolong kita menghadapi kesulitan, dan bahkan melapangkan rezeki dari arah yang tak terduga.
Namun, untuk bisa mengikuti sunnah Nabi ﷺ secara sempurna, ada prasyarat yang disampaikan oleh Imam Abdul Aziz bin Baz rahimahullah. Beliau berkata, "Tidak mungkin bisa mengikuti beliau ﷺ secara sempurna, 'kecuali' dengan jalan mempelajari 'sunnah' (ajaran) beliau dan memiliki perhatian yang besar terhadapnya, di samping itu memiliki 'perhatian' yang besar juga terhadap Kitab Allah 'Azza wa Jalla." (Majmu' Fatawa Ibn Baaz VII/210). Ini berarti, mempelajari Al-Qur'an dan Sunnah bukanlah kegiatan sampingan, melainkan inti dari upaya meraih hidayah. Kita tidak bisa hanya mengandalkan prasangka atau tradisi tanpa dasar ilmu yang kuat.
Mempelajari berarti mengkaji secara mendalam, memahami konteks, dan mengaplikasikan dalam kehidupan. Misalnya, seorang yang dulunya mudah marah, setelah mendalami hadis-hadis tentang keutamaan menahan amarah, ia berusaha mempraktikkannya dengan sabar. Atau seorang yang dulunya gemar berfoya-foya, setelah memahami ayat-ayat tentang anjuran bersedekah dan menghindari sifat boros, ia mulai mengubah gaya hidupnya. Perubahan ini adalah bukti hidayah yang mulai merasuk dalam diri, lahir dari ilmu dan kesabaran.
Jadi, marilah kita senantiasa memohon hidayah kepada Allah dengan ketulusan, memperdalam ilmu agama dari sumber-sumber yang sahih, dan bersabar dalam mengamalkan setiap petunjuk yang kita dapatkan. Sebab, hidayah adalah anugerah terbesar, lentera yang akan menerangi setiap langkah kita di dunia, dan bekal utama menuju kebahagiaan abadi di akhirat. Semoga kita termasuk golongan hamba-Nya yang senantiasa menempuh Jalan Hidayah dan istiqamah di atasnya. Adakah di antara kita yang masih enggan berinvestasi waktu untuk ilmu, padahal itu kunci hidayah?
Medio, Juli 2025
Posting Komentar