Pelajaran dari Semut dan Madu
Sumber Gambar Pixabay
Sebuah kiasan lama bercerita tentang seekor semut yang menemukan setetes madu di lantai. Ia mencicipi sedikit dari pinggirnya, merasa nikmat, lalu beranjak pergi. Namun, rasa manis itu terlalu menggoda, membuatnya kembali lagi, mencicipi lebih banyak. Tak puas hanya di pinggir, sang semut akhirnya nekat masuk ke tengah tetesan madu, ingin menikmati manisnya sepuas hati. Ia pun larut dalam kenikmatan itu.
Namun, ketika tiba waktunya untuk pergi, semut itu menyadari kakinya telah lengket, terperangkap dalam kemanisan madu. Ia tak bisa lagi bergerak, dan akhirnya mati di sana. Kisah sederhana ini adalah perumpamaan yang begitu relevan dengan kehidupan manusia dan dunia ini. Dunia dengan segala pernak-pernik dan kenikmatannya seringkali begitu memikat, menawarkan kesenangan yang seolah tak ada habisnya.
Awalnya, kita mungkin hanya mencicipi sedikit, merasa cukup. Namun, perlahan tapi pasti, godaan dunia bisa menarik kita lebih dalam, hingga kita terlena dan melupakan tujuan hakiki keberadaan kita. Sama seperti semut yang terperangkap dalam madu, kita bisa terjebak dalam pusaran materi, status, atau kesenangan sesaat, hingga sulit untuk melepaskan diri.
Allah SWT mengingatkan kita dalam Surah Al-Hadid ayat 20:
"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga-bangga di antara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."
Ayat ini dengan gamblang menjelaskan hakikat dunia yang fana dan sementara. Rasulullah SAW juga bersabda dalam sebuah hadis riwayat Muslim (No. 2956) dari Jabir bin Abdullah:
"Dunia itu ibarat air liur yang tidak ada isinya bagi orang mukmin, sedangkan bagi orang kafir, dunia itu seperti makanan yang mengenyangkan."
Hadis ini, yang merupakan hadis sahih, mengajarkan kita untuk tidak terlalu terpaku pada dunia, karena ia tidaklah kekal. Lantas, bagaimana seharusnya kita memperlakukan dunia?
Perumpamaan semut dan madu ini bukanlah ajakan untuk menjauhi dunia seutuhnya. Sebaliknya, ia adalah seruan untuk memanfaatkan dunia dengan bijak. Dunia adalah ladang amal, tempat kita menanam benih-benih kebaikan untuk panen di akhirat.
Untuk itu, penting bagi kita agar selalu menjaga kesadaran diri dan prioritas. Jangan biarkan kesenangan sesaat mengaburkan pandangan kita dari tujuan akhir yang lebih besar. Tetapkan niat yang kuat dalam setiap aktivitas duniawi yang kita lakukan, jadikan ia sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan senantiasa bersyukur atas setiap rezeki yang diberikan. Dengan begitu, kita bisa menavigasi dunia tanpa terperosok dalam jebakan manisnya.
Jangan sampai kita hanya menikmati manisnya dunia semata, lupa bahwa setiap kenikmatan yang kita rasakan bisa menjadi jembatan untuk meraih pahala akhirat. Gunakanlah harta, waktu, dan setiap kesempatan di dunia ini untuk beribadah, menolong sesama, dan berbuat kebaikan, semata-mata mengharap ridha Allah. Semoga kita senantiasa mendapat taufiq-Nya, agar tidak terlena dalam godaan dunia dan mampu menjadikannya sarana meraih kebahagiaan abadi di akhirat.
Medio, 23 Juli 2025
Posting Komentar